Alat Pemantau Peringatan Dini Pencemaran Sungai Berhasil Diujicobakan
MASALAH pencemaran air menjadi tantangan bagi ketersediaan air untuk memenuhi kebutuhan manusia dan mendukung ekosistem. Sungai sebagai salah satu sumber air menghadapi ancaman penurunan kualitas yang disebabkan oleh buangan limbah padat dan cair dari rumah tangga dan industri. Dalam melestarikan dan menjaga standar mutu air serta mengendalikan pencemaran air, pemerintah telah menetapkan sejumlah Peraturan, di antaranya Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air dan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 93 Tahun 2018 dan perubahannya Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 80 Tahun 2019 tentang Pemantauan Kualitas Air Limbah Secara Terus Menerus dan Dalam Jaringan Bagi Usaha dan/atau Kegiatan, yang mengamanatkan baik pemerintah (pusat, provinsi, kabupaten/kota) dan industri untuk melakukan pemantauan kualitas air.
Hampir seluruh kota besar di Indonesia saat ini memang telah memiliki sistem pemantauan kualitas air untuk memastikan warganya dapat memanfaatkan air. Namun, tantangan yang dihadapi sejauh ini, antara lain adalah rentang waktu dari kejadian hingga laporan hasil analisis. “Pengamatan atau pemantauan peringatan dini pencemaran air, baik untuk sungai maupun di industri sangat penting. Tidak hanya dilakukan pemantauan parameter kualitas air setiap hari, tetapi setiap jam untuk mengetahui kondisi kualitas air agar memenuhi baku mutu air sungai dan limbah yang ditetapkan,” kata Prof. Brian Yuliarto, S.T., M.Eng., Ph.D., dari Fakultas Teknologi Industri Institut Teknologi Bandung (ITB), di Bandung, Selasa (4/7/2020).
Peneliti dari kelompok keahlian material fungsional maju ini kemudian melakukan penelitian mengenai Sistem Monitoring Kualitas Air di Lingkungan Industri Daerah Aliran Sungai (DAS) Citarum di bawah payung Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM) ITB. Prof. Brian memaparkan, menurut data Dinas Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Barat, terdapat 1.900 industri penghasil limbah yang berada di sepanjang aliran Sungai Citarum. Mayoritas industri tersebut berada di wilayah Kabupaten Bandung, Purwakarta, dan Karawang. Sebaran industri itu umumnya berdekatan dengan permukiman penduduk yang cenderung memadat di sentra perekonomian.
Keberadaan kawasan industri di tengah pemukiman warga memberikan banyak dampak negatif terhadap warga. Limbah industri di daerah aliran Sungai Citarum mengakibatkan petani mengalami kegagalan panen akibat kualitas air yang buruk untuk mengairi ladang. Selain itu, limbah industri mengakibatkan warga terjangkit penyakit akibat konsumsi air yang tercemar. “Kondisi ini menuntut adanya suatu sistem yang dapat memantau kualitas air, baik di lingkungan industri maupun area Sungai Citarum. Sistem tersebut diharapkan dapat mengukur kualitas air dan memberikan informasi dan pelaporan pencemaran air,” papar Prof. Brian.
Keunggulan
Prof. Brian memaparkan bahwa peta jalan dalam penelitian ini untuk menghasilkan alat pemantauan kualitas air yang dapat diterapkan pada lingkungan industri dan area Sungai Citarum. Untuk mempermudah masyarakat dalam proses audit sehingga dapat mempercepat proses analisis dalam menentukan hasil evaluasi tentang kualitas air secara otomatis, dalam jaringan, waktu nyata, dan kontinu. Bersama timnya, ia kemudian merancang sistem purwarupa pemantauan kualitas air dan dilanjutkan pengujian lapangan untuk mengevaluasi kemampuan alat pemantauan dari berbagai aspek, mulai dari validasi hasil bacaan sensor, komunikasi data, gangguan cuaca lingkungan, dan daya tahan.
Dalam pemantauan peringatan dini pencemaran air sungai yang diterapkan di sungai parameter yang diukur yaitu pH, DO, temperatur, daya hantar listrik, dan residu terlarut. Untuk kawasan industri, parameter yang diukur yaitu pH, residu tersuspensi, COD, ammonia nitrogen, dan debit. “Puwarupa ini dilengkapi juga alat pendeteksi ketinggian air dan sirene untuk antisipasi dini bencana banjir dan ambang batas baku mutu,” tambahnya. Purwarupa ini diuji serta diaplikasikan di daerah aliran Sungai Citarum Kabupaten Karawang dan Kabupaten Bandung. “Dari penelitian ini didapatkannya purwarupa pemantauan kualitas air yang dikembangkan menggunakan produk-produk dari dalam negeri sehingga ketergantungan terhadap produk luar negeri dapat dikurangi,” lanjut Prof. Brian.
Beberapa fitur keunggulan dari purwarupa penelitian yang dilakukan LPPM-ITB ini berpotensi untuk dikembangkan lebih jauh dalam menjawab tantangan pemantauan kualitas air sungai dan limbah. “Rencana kegiatan selanjutnya berupa business plan, uji pasar, dan produksi masal purwarupa pemantauan kualitas air,” kata Prof. Brian. Pengembangan alat pemantauan peringatan dini pencemaran sungai ini merupakan salah satu program pengabdian masyarakat LPPM-ITB di bawah judul “Sistem Monitoring Kualitas Air di Lingkungan Industri DAS Citarum” dengan menggunakan sumber daya teknologi tepat guna. Produk penelitian LPPM dilakukan guna kepentingan pengembangan keilmuan dan penerapan langsung kepada masyarakat.*